Beberapa catatan tentang Neoliberalisme
Drs. Stanislaus Nugroho, M.Hum.
Pendahuluan
Pada abad 18 lahirlah liberalisme sebagai suatu ajaran tentang masyarakat, negara dan ekonomi yang menempatkan kebebasan sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan ini. Sebagai ajaran liberalisme sangat dipengaruhi oleh cita-cita zaman pencerahan, yaitu individualisme, rasionalisme dan deisme. Liberalisme memperjuangkan perkembangan dan kebahagiaan masing-masing individu, sedang kesejahteraan umum sekedar penjumlahan perkembangan dan kebahagiaan masing-masing individu. Liberalisme yakin setiap individu memiliki kemampuan untuk menentukan dirinya sendiri, karena kemampuan rasional yang dimilikinya. Akal budi individual menjadi hakim tertinggi dalam hal kebenaran dan moralitas. Liberalisme juga memiliki keyakinan bahwa setelah proses penciptaan selesai maka sudah tidak ada lagi penyelenggaraan ilahi, Allah menarik diri, Allah tidak lagi campur tangan dalam penyelenggaraan ciptaanNya.
Sebagai ajaran politik maka liberalisme memperjuangkan adanya negara hukum, konstitusi negara, kesamaan setiap orang di depan hukum, demokratisasi dan lain-lain. Dewasa ini apa yang diperjuangkan oleh liberalisme telah berhasil dicapai, hampir semua negara di dunia saat ini telah menerapkan ajaran liberalisme ini.
Sebagai ajaran di bidang ekonomi, maka liberalisme sebenarnya ingin menerapkan etika yang bersifat utilitaristis, mengejar manfaat sebesar mungkin bagi sebanyak mungkin orang, untuk mencapainya maka liberalisme memperjuangkan kebebasan berusaha, dan karenanya liberalisme berhasil menghapus feodalisme namun sekaligus menciptakan kapitalisme yang merupakan suatu sistem perekonomian yang mendasarkan diri pada pengakuan akan hak milik perorangan dan kebebasan berusaha. Negara tidak perlu ikut campur dalam kegiatan ekonomi, kegiatan ekonomi melandaskan dirinya semata-mata pada mekanisme pasar.
Neoliberalisme merupakan perkembangan lebih lanjut dari liberalisme
Akhir-akhir ini istilah neoliberalisme menjadi sangat populer, yaitu sejak awal dekade 1990-an. Neoliberalisme bagaikan siluman yang telah berhasil menyusup ke hampir segala aspek kehidupan kita tanpa kita sadar atau sempat memikirkannya. Pada awal abad ke 20 negara-negara maju (Eropa dan Amerika) mulai menyadari bahwa kapitalisme telah membawa dampak yang kurang baik, yaitu adanya ketidakadilan distributif. Oleh karena itu negara-negara maju mulai melakukan intervensi sosial, dengan mulai membangun sistem penjaminan dan kesejahteraan sosial (welfare state), kesadaran ini dipicu oleh keruntuhan pasar saham Wall Street, terjadinya depresi besar dan akibat-akibat perang dunia II serta usaha untuk meredam ancaman komunisme. Hal ini berlangsung sampai awal dekade 1970-an.
Pada 1973 muncul sebuah kartel para produsen minyak dunia (OPEC) yang menyebabkan harga minyak melambung, akibatnya harga-harga dan upah meningkat serta akhirnya terjadi resesi ekonomi, pengangguran, di sejumlah negara terjadi tingkat inflasi di atas 20%, dunia ketiga tidak mampu membayar utangnya. Berkaitan dengan itu maka perlu cara baru, cara lama sudah gagal. Cara baru yang akan ditempuh adalah melakukan pembatasan fiskal dan kontrol atas money supply serta memerangi inflasi dan mengendalikan sektor publik. Diilhami oleh Friedrich August von Hayek dan Milton Friedman yang memiliki keyakinan bahwa pasar bebas mampu mengalokasikan barang dan jasa secara lebih efektif dibandingkan negara dan bahwa usaha-usaha negara dalam memerangi kegagalan pasar lebih mendatangkan kerugian daripada keuntungan, maka pada tahun 1979 Margareth Thatcher dan tahun 1980 Ronald Reagan memperjuangkan terjadinya pasar bebas. Berkat usaha dari Margareth Thatcher dan Ronald Reagan maka pada dekade 1990-an kapitalisme neoliberal/pasar bebas telah menjadi ideologi dunia yang dominan, di mana kepedulian pada keadilan sosial diganti oleh kepedulian pada bisnis, investasi, daya saing dan perdagangan bebas. Dengan perkataan lain tujuan full employment dan welfare state digantikan oleh usaha untuk menurunkan tingkat inflasi dan memangkas pengeluaran publik serta melakukan privatisasi. Fungsi negara terbatas hanya pada mengatur kontrak, menyediakan mata uang yang stabil dan memastikan bahwa pelaku pasar tidak mengalami distorsi .
Pendasaran filosofis terhadap neoliberalisme
Pada tahun 1947 Friedrich August von Hayek dan kawan-kawan membentuk The Mont Pelerin Society, mereka prihatin dengan munculnya kolektivisme yang melanda Eropa dalam bentuk komunisme dan fascisme. Sepuluh tahun sebelumnya Hayek menerbitkan buku yang berjudul Economics and Knowledge di mana Hayek menyatakan bahwa kapitalisme pasar bebas bukan sekadar bentukan sosial, melainkan suatu mekanisme alami untuk mengelola informasi. Tujuh tahun kemudian Hayek menerbitkan buku yang berjudul The Road to Serfdom, melalui buku ini Hayek mengeritik sosialisme dan segala bentuk ekonomi perencanaan yang terpusat. Di lain pihak Hayek membela kapitalisme pasar bebas karena memiliki keunggulan. Dengan membiarkan jutaan individu bereaksi secara individual terhadap harga pasar yang tercapai secara bebas, terjadilah optimalisasi alokasi modal, kreativitas manusia dan tenaga kerja dengan cara yang tidak mungkin ditiru oleh perencanaan terpusat secerdas apapun. Bagi neoliberalisme hakekat manusia adalah makhluk ekonomi (homo economicus), artinya cara-cara kita bertransaksi dalam kegiatan ekonomis merupakan satu-satunya model yang mendasari semua tindakan dan relasi antar manusia. Oleh karena itu hubungan antar pribadi dan sosial harus dipahami dengan memanfaatkan konsep dan tolok ukur ekonomi, atau dengan perkataan lain prinsip ekonomi juga merupakan tolok ukur untuk mengevaluasi berbagai tindakan dan kebijakan pemerintah suatu negara. Dari hakekat manusia sebagai makhluk ekonomi lahirlah cara pandang dan cara berperilaku ekonomi.
Dengan demikian neoliberalisme merupakan proyek politik yang mau menjelaskan dan mendekati berbagai perkara dalam hidup bermasyarakat sebagai masalah ekonomi semata-mata. Atau dengan perkataan lain, neoliberalisme merupakan proyek politik yang melihat perkara sosial sebagai urusan individual, masalah social welfare sebagai masalah self-care.
Gagasan-gagasan pokok neoliberalisme
Bagi neoliberalisme, ekonomi merupakan kunci untuk memahami, mendekati dan memecahkan berbagai masalah kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial. Selain daripada itu bagi neoliberalisme arena hidup sosial telah digusur menjadi urusan individual, suatu gerakan individualisme yang ekstrim, maka terjadi pemindahan aturan-aturan dari arena sosial ke urusan personal. Bila pada jaman Adam Smith, pemilikan privat masih dianggap punyai fungsi sosial, yaitu untuk menyejahterakan seluruh masyarakat (ingat judul buku yang ditulis oleh Adam Smith adalah The Wealth of Nation). Kini pada jaman Milton Friedman, kepemilikan privat menjadi absolut dan keramat, tanpa peran sosial apapun juga kecuali untuk akumulasi laba privat, sebagaimana kita baca pernyataan Milton Friedman “The social responsibility of business is to increase its profits” (New York Times Magazine, 13-9-1970). Milton Friedman dan teman-temannya yang dikenal sebagai mazhab Chicago mengembangkan argumen bahwa pertumbuhan ekonomi akan optimal jika dan hanya jika lalu lintas barang, jasa, modal tidak dikontrol oleh regulasi apapun; optimalisasi itu juga akan terjadi bila barang, jasa dan modal dimiliki dan dikuasai oleh orang perorangan, yang akan menggerakkannya untuk tujuan akumulasi laba pribadi. Namun, apakah neoliberalisme sungguh membawa kemakmuran? Majalah The Independent yang terbit pada 18 Maret 2002 mengemukakan fakta sebaliknya, di mana 1,3 milyar manusia di bumi ini masih hidup dengan uang kurang dari $ 1, sementara 2,8 Milyar hidup dengan $ 2 per hari. Sedangkan seperlima penduduk bumi menikmati 80% dari pendapatan dunia. Selanjutnya The Economist yang terbit pada 10 -11-2001 mengungkapkan fakta bahwa “dari 1223 obat-obatan baru yang diproduksi antara 1975-1996, misalnya, hanya 13 jenis obat yang diciptakan untuk penyakit orang miskin di daerah tropis. Dalam tahun 1998, dari total 70 milyar dollar Amerika biaya riset perusahaan-perusahaan obat raksasa, hanya 300 juta dollar (0,43%) ditujukan bagi pengembangan vaksin AIDS, dan hanya 100 juta dollar (0,14%) bagi riset obat malaria. Sebagian besar biaya produksi dipakai untuk riset obat-obat kegemukan, kecantikan dan semcamnya”.
Beberapa faktor pemicu gelombang neoliberalisme
Yang pertama adanya revolusi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya teknologi transportasi dan komunikasi, sehingga dunia menjadi makin “sempit” atau kalau meminjam istilah yang dipakai oleh Konichi Ohmae “the Borderless World”.
Yang kedua, munculnya organisasi-organisasi yang berfungsi sebagai surveillance system, seperti WTO, IMF dan World Bank. Organisasi-organisasi ini bertugas menjamin bahwa negara-negara di seluruh dunia patuh dalam menjalankan prinsip-prinsip pasar bebas dan perdagangan bebas.
Yang ketiga, munculnya perusahaan-perusahaan multinasional, yang bagi John Pilger seorang wartawan BBC, para MNC ini merupakan The New Rulers in the World.
Yang keempat, negara-negara kuat (umumnya negara-negara maju) memakai kekuatannya untuk ‘menaklukkan’ negara yang lebih lemah (umumnya negara-negara yang sedang berkembang) bukan dalam arti politis namun ekonomis.
Beberapa situasi dan kondisi ironis sehubungan dengan neoliberalisme
Yang pertama adalah dominasi dari perusahaan multinasional. Sebagai perusahaan swasta seharusnya mereka tunduk kepada otoritas politik di mana mereka bekerja, karena otoritas politik memiliki mandat dari rakyat, namun kenyataan yang terjadi justru sebaliknya.
Yang kedua peran negara dewasa ini tidak lebih dari peran penjaga malam, yaitu menjaga ketertiban dan keamanan agar iklim bisnis menjadi kondusif.
Yang ketiga adalah berkaitan dengan inkonsistensi dalam melaksanakan perdagangan bebas dan pasar bebas. Lagu merdu tersebut hanya berlaku bagi negara-negara yang lemah secara ekonomi, sedang bagi negara-negara maju tetap membentengi diri dengan non-tariff-barriers maupun aneka macam subsidi khususnya di bidang pertanian.
Beberapa catatan etis sehubungan dengan neoliberalisme
Sehubungan dengan arus neoliberalisme (yang mengejawantah dalam Forum Ekonomi Dunia) tersebut telah muncul arus sebaliknya yaitu anti neoliberalisme, yang merupakan gerakan untuk menentang sistem ekonomi yang dikembangkan oleh neoliberalisme, yaitu sistem yang tidak berpihak pada mereka yang marginal. Gerakan (Forum Sosial Dunia ) yang menentang neoliberalisme makin banyak mendapat dukungan dari segala macam golongan dalam masyarakat dunia. Mereka menuntut penghapusan pekerja anak, pengenaan pajak korporasi yang lebih tinggi dan perbaikan gaji buruh. Namun, dalam hal ini belum banyak yang bisa dilakukan, bagaikan Daud melawan Goliat.
Secara etis Neoliberalisme ikut bertanggungjawab terhadap tiga masalah besar, yaitu:
1. Timbulnya kesenjangan sosial-ekonomi yang makin melebar antara yang kaya dan yang miskin ,
2. Muncullah pola hidup yang sangat konsumtif , dan
3. Kerusakan lingkungan hidup yang amat parah, bisnis telah melakukan eksploitasi sehabis-habisnya terhadap sumber daya alam dan akibatnya kerusakan lingkungan hidup, seperti terjadi proses gurunisasi .
Namun, di lain pihak sebenarnya di bidang bisnis dan ekonomi telah muncul gagasan yang menarik yaitu pendekatan stakeholders, yang melahirkan konsep “manfaat bagi stakeholders” di mana bisnis mulai memperhatikan kemaslahatan semua pihak yang terkait dengan bisnis yang bersangkutan; dan juga pendekatan yang disebut pembangunan berkelanjutan (= pembangunan yang memenuhi kebutuhan-kebutuhan dari generasi sekarang, tanpa membahayakan kesanggupan generasi-generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri). Bila pendekatan-pendekatan ini sungguh dikembangkan sebagai gerakan moral maka ada harapan bahwa kesadaran akan tanggungjawab sosial korporasi makin meningkat dan dorongan untuk mengejar keuntungan pribadi semaksimal mungkin akan makin dapat dikurangi.
Bogor, 8 Februari 2005
Tidak ada komentar:
Posting Komentar