Minggu, 03 April 2011

Keluarga

Membentuk Persekutuan Pribadi-pribadi
Stanislaus Nugroho

Pada tanggal 22 Nopember 1981 almarhum Bapa Suci Yohanes Paulus II menerbitkan Anjuran Apostolik tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern dengan judul Familiaris Consortio. Biarpun sudah berusia hampir 20 tahun – menurut pendapat saya – anjuran tersebut tetap relevan dengan kondisi sekarang ini.
Salah satu tema yang relevan tidak lain adalah tugas umum bagi keluarga. Menurut Sinode para Uskup, yang diadakan di Roma dari tanggal 26 September hingga 25 Oktober 1980 – sebagaimana dikutip oleh almarhum Bapa Suci Yohanes Paulus II – ada empat tugas umum bagi keluarga, yaitu:
1. Membentuk persekutuan pribadi-pribadi.
2. Mengabdi kepada kehidupan.
3. Ikut serta dalam pengembangan masyarakat, dan
4. Berperan serta dalam kehidupan dan misi Gereja.
Pada kesempatan ini saya ingin berfokus pada tugas umum yang pertama, yaitu Membentuk Persekutuan pribadi-pribadi. Dalam membahas tugas umum pertama ini saya akan mengacu pada pemikiran Gabriel Marcel (1889-1973). Gabriel Marcel merupakan seorang pemikir kristiani yang memiliki perhatian yang sangat kuat tentang bagaimana manusia dapat hidup dengan seutuhnya bersama dengan orang lain? Dalam kaitan dengan itu maka ada beberapa kata kunci yang perlu diperhatikan dan kemudian dielaborasi. Dengan demikian pada akhirnya saya berharap kita akan semakin dapat memahami makna dari istilah persekutuan tersebut. Kata-kata kunci yang saya maksud adalah: transendensi; ada-bersama-dengan; kehadiran; intersubyektivitas; partisipasi; harapan.
1. Transendensi
Gabriel Marcel menggunakan istilah transendensi bukan dengan maksud untuk memperlawankannya dengan istilah imanensi. Dalam bukunya Le mystere de l’etre. Tome I: Reflexion et mystere Marcel menjelaskan apa yang dimaksudkan dengan transendensi yang tidak lain berarti manusia ingin menjadi diri secara penuh atau secara utuh. Keutuhan atau kepenuhan diri manusia - menurut Marcel - akan tercapai lewat partisipasi.
2. Ada-bersama-dengan (Mitsein)
Istilah Mitsein dipinjam oleh Marcel dari Martin Heidegger, dengan istilah tersebut Marcel mau mengungkapkan makna yang istimewa dari istilah ada-bersama-dengan. Untuk lebih menangkap maksud Marcel maka saya mencoba menjelaskannya dengan suatu contoh. ’Saya ada-bersama-dengan orang lain’ memiliki makna yang sama sekali berbeda dengan ’mobil A ada bersama dengan mobil B di lapangan parkir’. Keberadaan mobil A dan mobil B di lapangan parkir hanya sekadar kedekatan yang berciri ruang dan waktu belaka. Di antara kedua mobil tersebut tidak ada relasi atau ikatan atau kedekatan tertentu. Kedua mobil tersebut secara kebetulan ada bersama pada suatu ruang dan waktu tertentu. Berbeda sekali dengan ungkapan sebagai berikut ’Saya tetap merasa dekat dengan pasangan saya, biarpun pasangan saya sudah meninggal lebih dari empat belas tahun yang lalu’. Secara ruang dan waktu saya dan pasangan saya sudah tidak hubungan sama sekali, namun di antara kami masih ada ’kedekatan’, masih ada ’relasi’, masih ’ikatan’. Kedekatan, relasi dan ikatan batin.
Bagi Marcel manusia menurut kodratnya harus hidup bersama dengan orang lain. Vincent Micelli mengungkapkannya dengan sangat bagus ”To live with is for Marcel a need of nature that calls for fulfillment in a spirituality of communion within a fraternity of community” (lihat bukunya yang berjudul Ascent to Being. Gabriel Marcel’s Philosophy of Communion, New York, Desclee Company, 1965, hal. 8.
3. Kehadiran
Bagi Marcel kehadiran merupakan suatu misteri yang tidak dapat didefiniskan. Kehadiran – bagi Marcel – tidak lain merupakan suatu suasana yang menyelimuti ikatan hubungan antar pribadi. Maka satu-satunya jalan untuk dapat ’merasakan’ nuasa kehadiran tidak lain adalah dengan ’berpartisipasi’.
Agar kita dapat lebih memahami apa yang dimaksud oleh Marcel, maka saya pikir akan lebih mudah bila saya memberikan contoh sebagai berikut: ’Kemarin sore dalam perjalanan dari Jakarta ke Bogor saya naik bis, duduk di sebelah saya seorang pemuda – kalau tidak salah pemuda tersebut adalah seorang mahasiswa – selama lebih dari dua jam perjalanan saya dapat memperhatikan perilakunya, saya berbincang-bincang dengannya, saya bisa mengamati wajahnya, dan lain-lain. Dalam kaitan dengan ’kehadiran’ apakah saya bisa berkata bahwa mahasiswa tersebut hadir bagi saya. Saya pasti akan menjawab dengan ’tidak’, kedekatan secara fisik tidak membuat dia hadir bagi saya. Lain halnya dengan pasangan saya, biarpun defacto pasangan saya tidak hadir secara fisik di dekat saya, namun saya bisa memastikan bahwa pasangan saya hadir bagi saya, bagi saya pasangan saya berada dekat dengan saya, dan sungguh berarti bagi saya. Marcel memberikan kesaksian sebagai berikut: ”Kita tahu apakah seseorang itu hadir atau tidak dari kenyataan, orang yang hadir dalam diri kita – entah dengan cara apa – pasti akan selalu memperbaharui kita. Ia membuat diri kita makin lebih penuh daripada waktu kita hanya sendiri saja. Oleh karena itu, kita tidak perlu memberi banyak perhatian akan apa yang ia omongkan kepadaku. Satu yang sangat jelas, ia sendiri telah menaruh dirinya sendiri dalam kata-kata itu dan mempertahankan hal itu dengan kebulatan dirinya” ( Micelli, op.cit., hal. 41). Dengan demikian ’kehadiran’ tidak ditentukan oleh kedekatan fisik melainkan oleh kedekatan dan keakraban dalam relasi antar-pribadi.
4. Intersubyektivitas
Apa yang dimaksud dengan intersubyektivitas? Marcel melalui bukunya Le Mystere de l’etre, Tome II, hal. 13 menjelaskan sebagai berikut ’keterbukaan subyek yang satu kepada subyek yang lain’. Joe McCown melalui bukunya yang berjudul Availability: Gabriel Marcel and The Phenomenology of Human Openess, Montana, Scholars Press, 1978, hal. 42 mencoba menjelaskannya sebagai berikut “Konsep intersubyektivitas digunakan oleh Marcel karena dianggap cocok untuk melukiskan apa yang bergerak di dasar lubuk hatinya: gerakan hati. Sebab justru di dalam gerakan hati itulah pengertiannya mengenai kesetiaan, kesaksian dan harapan bisa berkembang. Konsep intersubyektivitas itu dipakainya untuk menampilkan, bahwa di dalam lingkup misteri pembedaan-pembedaan seperti di depan saya (devant moi) dan di dalam saya (en moi) dianggap tidak berarti lagi”.
Dengan demikian, intersubyektivitas merupakan ’persaudaraan yang berakar pada hakekat manusia. Sebab tanpa dasar itu kita tidak mungkin bisa memahami hubungan-hubungan antar-manusia. Maka tidak mengherankan bila bagi Marcel intersubyektivitas merupakan realitas yang sifatnya rohani (ibid. hal. 43-44). Maka intersubyektivitas mengandaikan perlunya perjumpaan (la rencontre atau encounter).
5. Partisipasi
Marcel yakin bahwa keutuhan hidup manusia akan semakin terwujud justru kalau manusia makin aktif ambil bagian dan terlibat dengan hidup sesamanya. Dengan perkataan lain sebagaimana dikatakan oleh Seymour Cain – yang dikutip oleh McCown (ibid. hal. 47-48) – bahwa pemikiran Marcel sebenarnya hanya ada dua langkah menuju ke persekutuan, yaitu manusia hendaknya secara aktif membuka diri kepada ssesamanya dan kemudian masuk untuk melibatkan diri dengan sesamanya (= partisipasi). Untuk itu kita membutuhkan pengalaman langsung lewat komunikasi sehingga akhirnya ’tercipta’ persekutuan.
6. Harapan
Marcel – sebagaimana dapat kita baca dalam bukunya yang berjudul Sketch of A Phenomenology and A Metaphysic of Hope - membedakan antara konsep ’harapan’ (l’esperance) dan konsep ’keinginan’ (le desir). Dalam konsep ’keinginan’ sudah terkandung rasa puas bila apa yang diinginkan terpenuhi. Sedang dalam konsep ’harapan’ tidak terkandung rasa puas tersebut. Selain daripada itu – bagi Marcel – konsep ’kenginan’ mengandung sifat egosentris dan ingin memiliki. Dalam kaitan dengan relasi antar manusia maka dalam konsep ’keinginan’ orang lain bukan subyek (engkau) melainkan obyek (dia). Oleh karena itu, bagi Marcel dalam konsep ’harapan’ terkandung kepercayaan. Kepercayaan pada ’Yang Transenden’ (Allah) yang melampaui kemampuan manusia, berkat ”Yang Transenden’ kita mampu mengatasi rasa putus asa, selalu masih ada waktu di masa depan. Atau dengan perkataan lain sebagaimana dikatakan oleh Marcel, harapan mengandung kekhususan yaitu adanya ’the prophetic nature od hope’, harapan memiliki kodrat kenabiannya.
Penutup
Dengan mengikuti pemikiran Marcel maka usaha keluarga untuk membentuk persekutuan pribadi-pribadi – di mana para anggotanya akan terjamin perkembangannya menuju keutuhan pribadi – hanya akan menjadi nyata bila masing-masing anggota keluarga saling mengambil bagian untuk semakin terlibat secara mendalam sebagai pribadi melalui komunikasi hati, dan mengakui dan menerima sesama anggota keluarga sebagai engkau dan bukan sekadar sebagai dia.